Judul: Totto Chan; Gadis Cilik di Jendela
Karya: Tetsuko Kuroyanagi
Penerbit: PT. Gramedia Pustaka Utama
Tahun Terbit: 2007 (Juni, Cetakan XIII)
Tebal: 272 halaman
Semua berawal dari seorang teman yang meminjamkan sebuah buku pada saya setahun yang lalu. Judul buku itu adalah “Totto-chan, Gadis Cilik di Jendela”. Setelah saya membaca buku ini kemudian timbul pertanyaan di benak saya “jadi, yang menyebut anak itu nakal adalah lingkungannya?”. Itulah yang melatarbelakangi saya memilih “Anak-anak Itu Tidak Nakal” sebagai judul dari tulisan pendek saya ini. Ternyata sebutan jelek bagi seorang anak itu akan berpengaruh terhadap kepribadiannya di masa depan. Cerita dalam buku ini memberikan banyak pelajaran pada saya tentang bagaimana keunikan dunia seorang anak kecil dan bagaimana seharusnya kita bersikap terhadap keunikan itu sehingga tidak akan memberikan pengaruh buruk terhadap kepribadiannya di masa depan.
Buku ini adalah sebuah autobiografi yang ditulis oleh Tetsuko Kuroyanagi. Tetsuko menyeritakan pengalaman masa kecilnya selama bersekolah di sebuah SD yang bernama Tomoe Gakuen. Totto-chan (panggilan kecil Tetsuko) adalah seorang anak yang jalan pikirannya sangat berbeda dari anak-anak lain di sekitarnya. Totto-chan selalu memiliki rasa ingin tahu yang tinggi sehingga setiap jam pelajaran ia selalu berdiri di tepi jendela menanti musisi jalanan yang biasa lewat di samping kelasnya. Ia juga selalu bertanya banyak hal yang pada umumnya tidak berani ditanyakan oleh anak-anak lain pada guru mereka. Keanehan-keanehan yang dimiliknya itulah yang menyebabkan Totto-chan dikeluarkan dari sekolahnya yang lama. Guru-gurunya tidak sanggup lagi menghadapi tingkah Totto-chan yang mereka anggap “nakal”
Ibu Totto-chan kemudian memasukkan Totto-chan ke Tomoe Gakuen. Tomoe Gakuen adalah sekolah yang unik. Para siswanya tidak belajar di dalam ruang kelas seperti sekolah pada umumnya, melainkan belajar di dalam gerbong-gerbong kereta api yang diubah sedemikian rupa sehingga menyerupai kelas. Totto-chan langsung menyukai sekolahnya yang baru karena setiap jam pelajaran, ia akan merasa seperti sedang melakukan perjalanan di dalam gerbong kereta api. Sekolah ini juga menerapkan sistem yang unik, yaitu setiap jam pelajaran setiap anak dibebaskan mengubah urutan pelajaran sesuai dengan keinginan mereka. Ada yang memulai hari dengan pelajaran Fisika, ada yang memulai pelajaran dengan menggambar dan semua itu dilakukan di dalam satu kelas.
Sang kepala sekolah Tomoe Gakuen, Sosaku Kobayashi (1893—1963) adalah sosok yang sangat mengerti keunikan dunia anak-anak. Sistem yang diterapkan di sekolah buatannya mengarahkan anak untuk tetap menonjolkan ciri khasnya masing-masing dengan tetap memerhatikan sopan santun. Kobayashi tidak pernah memarahi anak-anak yang bertingkah di luar batas, seperti yang pernah dilakukan oleh Totto-chan suatu hari. Saat itu ia kehilangan dompetnya yang jatuh ke dalam lubang pembuangan kakus di sekolah. Totto-chan bertekad ia harus menemukan dompetnya sehingga ia menggali lubang itu hingga lumpurnya menggunung. Saat itu, lewatlah kepala sekolah. Anehnya kepala sekolah tidak memarahinya. Ia malah membiarkan Totto-chan terus berkutat dengan usahanya asalkan Totto-chan akan mengembalikan lumpur itu ke tempat semula.
Kobayashi telah memberikan dua pelajaran penting dalam tindakan yang dilakukannya terhadap Totto-chan. Pertama, ia tidak membunuh rasa ingin tahu Totto-chan akan keberadaan dompetnya. Selain itu, Kobayashi membiarkan Totto-chan berusaha keras untuk menemukan apa yang dicarinya. Jika boleh diibaratkan dompet itu adalah impian dan cita-cita Totto-chan, maka Kobayashi tidak menghalanginya untuk meraih impiannya itu. Hal posisitfnya adalah mendorong si anak untuk tetap berusaha keras mendapatkan apa yang dia inginkan. Orang tua pada umumnya malah akan memarahi anaknya kalau anak mereka bermain-main dengan lumpur dari tempat pembuangan dengan alasan itu adalah hal yang menjijikkan dan bisa mendatangkan penyakit. Tanpa disadari mereka sudah memutus impian si anak untuk mendapatkan barang yang ingin mereka cari. Hal itu akan berlangsung terus hingga si anak dewasa dan mungkin akan berpengaruh pada usahanya meraih impian kelak.
Pelajaran kedua adalah pada saat Kobayashi bertanya pada Totto-chan apakah ia akan mengembalikan lumpur itu ke tempatnya semula kalau ia sudah selesai mencari dompetnya. Totto-chan berjanji akan mengembalikan lumpur itu ke tempat semula dan ia semakin bersemangat menggali lubang pembuangan. Ia bersemangat karena Kobayashi telah memberinya kepercayaan untuk menyelesaikan pekerjaan yang sudah dimulainya. Tindakan seperti itu akan membuat si anak merasa dihargai, diberi kepercayaan sehingga ia terdorong untuk melakukan yang terbaik. Sikap seperti ini sangat membantu perkembangan si anak di masa depannya. Tidak ada kemarahan, tidak ada hardikan, yang ada hanya kondisi berusaha untuk mengerti apa yang sedang dirasakan oleh si anak. Bagi orang dewasa mungkin menggali lumpur di lubang kotoran adalah hal yang aneh dan menjijikkan, tapi bagi anak kelas 1 SD itu adalah hal biasa.
Kobayashi berusaha memandang suatu tindakan “luar biasa” dari para anak didiknya melalui sudut pandang si anak, bukan dari sudut pandang orang dewasa. Kobayashi beeusaha menjaga potensi keberanian untuk mengambil tindakan di dalam jiwa anak-anak didiknya dengan memberikan kepercayaan terhadap anak-anak itu. Kepercayaan dari orang lain pada dirinya akan membuat anak-anak memiliki kepercayaan terhadap diri sendiri mampu menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapinya di masa depan. Julukan “nakal” pada anak-anak hanya akan membuat si anak berpikir bahwa dirinya tidak berguna dan tidak mampu melakukan apapun untuk hidupnya kelak.
Saya teringat akan catatan akhir pada buku ini yang membuat saya terkesan sampai saat ini. Catatan akhir buku ini mengatakan
"Mr. Kobayashi yakin bahwa setiap anak dilahirkan untuk menjadi baik, yang dengan mudah bisa rusak karena lingkungan mereka atau karena pengaruh-pengaruh buruk orang tuanya. Mr. Kobayashi berusaha menemukan "watak baik" setiap anak dan mengembangkannya agar anak-anak tumbuh menjadi orang dewasa dengan kepribadian yang khas"
Itulah sebabnya kita tidak boleh mengecap seorang
anak itu nakal hanya karena sang anak melakukan hal-hal aneh, seperti halnya
yang dilakukan oleh Totto-chan. Itu
hanyalah salah satu bagian dari keunikan dunia anak-anak yang sepatutnya bisa
dipahami oleh orang dewasa, seperti yang dilakukan oleh Kobayashi dalam buku
ini. Apa jadinya kalau Totto-chan tidak
bersekolah di Tomoe Gakuen. Ia pasti
akan mendapat julukan “anak nakal” selama menghabiskan masa kanak-kanaknya.
Hanya di Tomoe Gakuen kenakalannya
itu dianggap sebagai sesuatu yang harus tetap dijaga karena kelak akan menjadi
ciri khasnya ketika ia tumbuh menjadi dewasa.
2 komentar:
Ya, bener banget. Anak-anak bila diibaratkan seperti kertas putih, apa dan bagaimana ia nantinya tergantung bagaimana orang tua menuliskan tinta-tinta kebaikan di kertas tersebuut
siippp... setuju.
Posting Komentar